Friendster adalah media sosial yang sangat populer di tahun 2000-an, bahkan bisa dikatakan awal mulai kejayaan media sosial berawal dari Friendster. Platform ini telah cukup lama hadir, jauh sebelum Facebook merebut tahta kepopuleran tersebut.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu media sosial ini tidak dapat bersaing dan akhirnya ditutup. Namun, baru-baru ini kembali ramai diperbincangkan di Twitter sehingga banyak orang yang kembali penasaran dengan media sosial ini. Apakah Anda termasuk salah satunya? Mari kita berkenalan lebih jauh dengan Friendster bersama-sama.
Sejarah Kehadiran Friendster
Friendster adalah media sosial yang diciptakan oleh 3 orang pemuda yaitu Peter Chin, Jonathan Abrams, dan Dave Lee. Mereka bertiga memiliki ide cemerlang untuk menciptakan sebuah media sosial yang memunginkan mereka untuk bisa membuat halaman profil dan berinteraksi dengan pengguna lainnya baik itu teman lama, teman baru, atau membangun jaringan di internet.
Nama Friendster ini diambil dari kata ‘Friend’ artinya teman, dan ‘Napster’ yang artinya situs web untuk berbagi file di masa itu. Napster merupakan situs berbagi file terutama musik yang cukup populer pada masanya. Saat itu, Jonathan Abrams sangat menyukai Napster dan berharap kelak Friendster bisa berkembang hingga sebesar situs tersebut.
Pada tahun 2002, Friendster resmi diluncurkan. Tidak membutuhkan waktu lama, dalam beberapa bulan saja media sosial ini sudah memiliki 3 juta pengguna. Seiring berjalannya waktu, jumlah pengguna tersebut kian bertambah hingga mencapai 115 juta pengguna yang didominasi oleh penduduk Asia.
Salah satu fitur andalan dari Friendster adalah ‘Testimoni’. Fitur ini mirip dengan kolom komentar yang saat ini sering kita temui di situs web modern. Melalui fitur tersebut, pengguna bisa meninggalkan kesan dan pesan pada halaman pengguna lain.
Tidak hanya itu, pengguna juga dapat mengkreasikan laman Friendster mereka menggunakan berbagai tema yang menarik dengan bantuan kode-kode CSS tingkat dasar. Fitur ini sangat disukai oleh banyak pengguna karena memberikan kebebasan pada mereka untuk berekspresi dan mengubah tampilan media sosialnya sesuka hati.
Muncul Persaingan
Belum sampai dua tahun diluncurkan, muncul pesaing yang membawa fitur serupa. Di kala itu, salah satu pesaing berat Friendster adalah MySpace yang diluncurkan pada akhir tahun 2003. Platform ini diciptakan oleh Chris De Wolfe dan Tom Anderson dan sempat cukup fenomenal saat awal diluncurkan.
Dulu, media sosial tersebut dikenal sebagai tempat berkumpulnya anak-anak band untuk bertemu dengan para penggemarnya. Para pendiri MySpace mengaku salah satu motivasi mereka menciptakan platform ini karena melihat peluang besar di dunia media sosial setelah melihat kepopuleran Friendster.
Tidak hanya MySpace, Ringo.com juga sempat menjadi pesaing Friendster diluncurkan pada tahun 2004 oleh Google. Sayangnya, platform tersebut tidak mampu bertahan lama. Selanjutnya, masih di tahun 2004, Facebook muncul dan membuat persaingan semakin ketat.
Ketika MySpace dan Facebook terus berkembang, Friendster justru semakin ditinggalkan karena kurang stabil dan tidak ada inovasi baru. Meskipun pada akhirnya MySpace juga ikut ditinggalkan sejak tahun 2015 dan hanya Facebook yang mampu bertahan hingga saat ini.
Di tahun-tahun berikutnya, mulai bermunculan berbagai media sosial lainnya dengan membawa berbagai fitur menarik, diantaranya:
- YouTube dengan fitur videonya pada tahun 2005.
- Twitter dengan fitur berbagi teks terbatas pada tahun 2006.
- Tumblr dengan fitur blogging-nya pada tahun 2007.
- Instagram dengan fitur berbagai fotonya pada tahun 2010.
- TikTok dengan fitur berbagi video singkat pada tahun 2016.
Gagal Bersaing
Sebenarnya, hingga tahun 2003 Friendster telah berhasil mengumpulkan dana tambahan hingga mencapai US$13 juta. Abrams selaku pendirinya pun memiliki ide untuk membangun Friendster College sebagai lahan untuk mengembangkan fitur dari Friendster.
Saat itu, rencana Friendster adalah ingin membangun koneksi dengan 20 perguruan tinggi, membuat feeds berita, dan fitur berbagi playlist musik. Sayangnya, semua ide cemerlang tersebut tidak sampai terwujud.
Terjadi masalah teknologi yang menghambat proses pengembangan Friendster. Hal ini diperburuk oleh investor yang tidak fokus pada perbaikan layanan. Bahkan, selama dua tahun pengguna mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat masuk ke akun Friendster yang mereka miliki.
Pada April 2004, Abrams kemudian diturunkan jabatannya sebagai CEO. Setelah itu, dia tidak memiliki banyak wewenang dan pengaruh dalam perusahaan tersebut. Karena situasi semakin memburuk dan Friendster juga telah kehilangan banyak pengguna, akhirnya media sosial ini dijual kepada MOL Global, sebuah perusahaan asal Malaysia.
Saat itu, Friendster terjual seharga $US40 juta. Selanjutnya, Facebook pun membeli seluruh portofolio dan hak paten jejaring sosial tersebut dengan harga $US40 juta. Selanjutnya, Friendster diubah menjadi sebuah situ game online. Sementar itu, data penggunanya resmi dihapus pada 31 Mei 2011.
Sayangnya, hal tersebut tidak dapat mengembalikan pamornya dan terus tenggelam. Hingga akhirnya Friendster ditutup secara resmi pada tahun 2015.
Yang bisa kita ambil dari kisah Friendster adalah untuk mampu bersaing di pasaran kita harus selalu membuat inovasi baru dan mengikuti perkembangan zaman. Jika tidak, maka bisnis kita yang akan gulung tikar.